Kelola Lingkungan

Studi Nilai Konservasi Tinggi (NKT)

Sebagai bagian dari Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) kami, kami telah membuat komitmen untuk menjaga area dengan nilai keanekaragaman hayati yang juga dikenal sebagai High Conservation Value (HCV) – dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT). Setelah melakukan serangkaian proses kegiatan penilaian NKT, area dalam konsesi pemasok kayu APP yang diidentifikasi mengandung NKT akan dikelola untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dipertahankan atau ditingkatkan.

 

Area NKT adalah area yang mengandung nilai yang signifikan dan sangat penting dari segi biologi, ekologi, sosial atau budaya. Suatu area dapat ditentukan sebagai area NKT karena signifikan dan sangat penting secara global, regional dan lokal. Terdapat enam kategori dengan tiga belas sub nilai-nilai NKT yang dapat diidentifikasi dalam suatu area. Secara garis besar, sub nilai-nilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama yaitu keanekaragaman hayati (NKT 1, 2 dan 3), jasa lingkungan (NKT 4), dan sosial dan budaya (NKT 5 dan 6). Untuk informasi lebih lanjut mengenai proses penilaian NKT, termasuk keenam kategori NKT, silahkan kunjungi situs HCV Resource Network.

 

Proses Penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT)

 

Langkah-langkah yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan melaporkan area NKT dalam konsesi pemasok kayu APP digambarkan dalam diagram di bawah ini.

 

 

Catatan

Manajemen membentuk Tim Penilai

Proses seleksi tim penilai

Menetapkan anggota tim penilai

Pelatihan tim penilai dan menetapkan protokol penilaian

Mempersiapkan data sekunder dan pemeriksaan dokumen

Mengumpulkan peta dan dokumen terkait lainnya. Pembuatan jadwal penilaian lapangan.

Mengadakan konsultasi publik tentang pra-penilaian di tingkat nasional/regional

Menjelaskan ruang lingkup dan tujuan dari penilaian NKT kepada pemangku kepentingan melalui konsultasi publik tingkat regional. Meminta masukan tentang potensi NKT dari para pemangku kepentingan

Penilaian lapangan NKT

Observasi lapangan, pengumpulan data, pengukuran, wawancara dengan pemangku kepentingan. Analisa data/observasi dan menindaklanjuti hasilnya dengan para pemangku kepentingan.

Laporan awal NKT

Pembuatan draft awal laporan NKT dengan menyertakan rekomendasi manajemen dan konfirmasi pembentukan tim peninjau (peer review team)

Mengadakan konsultasi publik hasil penilaian NKT pada tingkat nasional/regional

Konsultasi hasil draft laporan awal NKT dengan para pemangku kepentingan terkait. Mencantumkan hasil masukan dan informasi dari hasil konsultasi  dengan pemangku kepentingan ke dalam laporan

Tinjauan seksama laporan NKT

Laporan NKT ditinjau oleh ahli dan pengamat di bidangnya (peer review)

Laporan final NKT

Finalisasi laporan NKT dengan menyertakan hasil temuan, rekomendasi pemantauan dan pengelolaan, termasuk rekomendasi ahli dan pengamat di bidangnya (peer reviewer) yang terkait.

 

Dokumen yang dihasilkan dari penilaian NKT adalah:

  1. Laporan Lengkap NKT (khusus internal): Isi laporan dapat berisi informasi perusahaan yang bersifat rahasia.
  2. Ringkasan Eksekutif: Ringkasan laporan hasil penilaian NKT tanpa berisi informasi perusahaan yang bersifat rahasia.
  3. Hasil Laporan setelah tinjauan para ahli dan pengamat di bidangnya: Isi laporan memuat tanggapan dan rekomendasi dari para ahli dan pengamat di bidang NKT.

Rekomendasi dari laporan akhir penilaian NKT akan digunakan sebagai salah satu komponen untuk pengembangan Integrated Sustainable Forest Management Plan (ISFMP) yang akan digunakan sebagai pedoman operasional yang baru untuk semua konsesi pemasok kayu APP.

 

Perusahaan telah melaksanakan identifikasi HCV yang dilakukan oleh konsultan APCS  (Asia Pacific Consulting Solution). Dari hasil identifikasi tersebut terdapat NKT pada areal kawasan PT. SHJ I baik itu NKT 1-6.

 

Berikut disajikan hasil identifikasi HCV disini:

HCV

Komponen

Ada

Tidak ada

CV 1. Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang penting

1.1. Kawasan Lindung

 

1.2. Spesies Dilindungi dan hampir punah

 

1.3. Kawasan habitat spesies terancam dan dilindungi

 

1.4. Konsentrasi Temporal Penting

 

CV 2. Kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami

2.1. Bentangan hutan

 

2.2. Kawasan alam yang berisi dua atau lebih ekosistem

 

2.3. Kawasan yang berisi populasi yang mampu bertahan hidup

 

CV 3. Kawasan yang mempunyai ekosistem langka atau terancam punah

3.1. Kawasan hutan yang merupakan tipe utama ekosistem yang representatif

 

CV 4. Kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami

4.1. kawasan untuk penyedia air dan pengendalian banjir bagi Masyarakat Hilir

 

4.2. Kawasan yang penting untuk pencegah erosi dan sedimentasi

 

4.3. Kawasan hutan yang berfungsi sebagai sekat alam untuk mencegah kebakaran

 

CV 5. Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (misalnya ; subsisten, kesehatan)

 

 

 

 

 

CV 6. Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya tradisi masyarakat lokal (kawasan budaya, ekologi, ekonomi dan agama bagi masyarakat lokal)

 

 

Sumber : Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi tahun 2014 oleh PT. APCS.

 

Studi Stok Karbon Tinggi (SKT)

Apa itu SKT?

Hutan alam mengandung sejumlah besar karbon yang dilepaskan ke udara ketika terjadi pembukaan pohon-pohon dan penggundulan hutan. Jumlah karbon yang terkandung dalam suatu area bervariasi sesuai dengan jenis tutupan vegetasi.

 

Pendekatan High Carbon Stock (HCS)  – dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan Stok Karbon Tinggi (SKT) membedakan antara hutan alam dengan lahan terdegradasi yang hanya terdiri dari pepohonan kecil, semak belukar atau rerumputan. Analisis citra satelit dan pengukuran plot di lapangan digunakan untuk mengidentifikasi empat kelas vegetasi yang berbeda:

  • Hutan Kerapatan Tinggi
  • Hutan Muda dalam Tahap Regenerasi
  • Belukar
  • Lahan Terbuka

Untuk informasi lebih lanjut tentang SKT dapat dilihat melalui tautan ini dan mengunjungi situs highcarbonstock.org.

 

Stratifikasi SKT

Diagram di bawah menunjukkan proses stratifikasi SKT pada suatu area dalam kategori yang berbeda sesuai dengan jenis tutupan lahan. Setiap kategori tutupan lahan menggambarkan perkiraan kandungan karbon biomassa yang ada di atas tanah, berdasarkan hasil sampel lapangan. Ambang batas kadar karbon pada hutan Stok Karbon Tinggi terdapat pada kelas Hutan Muda Dalam Tahap Regenerasi yang terdegradasi tetapi dalam proses pemulihan dan sebisa mungkin harus dilindungi.

 

 

Metodologi SKT

Pada bulan Agustus 2014 sekelompok perusahaan HTI dan perkebunan sawit terkemuka yang telah bekomitmen untuk menghapuskan deforestasi dari rantai pasokannya membentuk HCS Approach Steering Group, bekerjasama dengan LSM dan organisasi pendukung teknis. Tujuan dari HCS Approach Steering Group ini adalah untuk menciptakan tata kelola global dan badan standarisasi untuk pendekatan SKT. Komite Eksekutif di dalam Steering Group memimpin kegiatan sehari–hari grup ini. Komite eksekutif ini terdiri dari empat organisasi non profit, termasuk: Forest Peoples Programme, Greenpeace, TFT dan WWF; dan empat perusahaan perkebunan: Agropalma, Asia Pulp and Paper Group, Golden Agri-Resources, Wilmar dan 1 perusahaan manufaktur barang  konsumen: Unilever.

 

Steering Group telah  menerbitkan prosedur SKT yang dapat menjadi acuan bagi praktisi dalam melaksanakan pendekatan SKT dalam prosedur operasional mereka. Panduan tersebut menyediakan metodologi tentang cara melakukan penilaian SKT, sekaligus sebagai panduan untuk membangun rencana pemanfaatan lahan terintegrasi bagi konsesi HTI di kawasan berhutan.

 

Diagram dibawah menggambarkan langkah – langkah yang digunakan untuk mengidentifikasi hutan SKT di konsesi pemasok APP.

 

 

Pada panduan SKT terdapat Alur Keputusan Analisa Area SKT yang merupakan perangkat untuk pembentukkan rencana kawasan konservasi. Proses yang terdapat pada situasi APP berbeda; dimana perencanaan tata ruang akhir dilakukan melalui proses ISFMP dan proses penentuan prioritas kawasan konservasi dilakukan oleh kelompok pemangku kepentingan lokal.

 

Kawasan hutan SKT yang teridentifikasi diarahkan melalui Alur Keputusan untuk menentukan prioritas luasan area dan yang terhubung untuk konservasi, dimana nantinya akan terintegrasi pada perencanaan tata ruang yang meliputi rekomendasi NKT, Gambut dan penilaian produksi (dan kedepannya pengelolaan lahan gambut)melalui proses ISFMP. Alur keputusan ini dibuat bersama oleh APP, Greenpeace, Ekologika dan TFT.

 

 

Hasil Penilaian SKT dan Pengelolaannya

Sebagai bagian dari FCP, kami berkomitmen melindungi semua hutan alam yang teridentifikasi melalui penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT).

 

Awalnya pendekatan SKT yang kami gunakan adalah yang dikembangkan oleh Greenpeace, Golden Agri Resouces (sister company APP) dan TFT sebagai upaya untuk membedakan hutan alam dengan kawasan terdegradasi yang memiliki stok karbon dan nilai keberagaman hayati yang lebih rendah (non-SKT). Berbeda dengan proses NKT yang tidak mendukung proses keputusan konversi lahan, proses SKT yang dikombinasi dengan pendekatan NKT memberikan panduan praktis dan terintegrasi dalam pengambilan keputusan penggunaan lahan yang mendukung prlindungan karbon dan keanekaragaman hayati. Penilaian SKT mulai dilakukan pada bulan Januari 2013 dan pada bulan November 2013 Ata Marie Group Ltd (AMG) ditugaskan mendukung tim SKT.

 

Pada tahun 2015 TFT dan AMG telah menyelesaikan analisa area (patch) dan mengirimkan semua laporan hasil penilaian SKT sesuai dengan metodologi SKT yang telah disetujui.Ringkasan hasil penilaian SKT untuk 38 pemasok kayu APP dapat dilihat disini.

 

APP akan berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan untuk menggunakan hasil penilaian SKT sebagai bagian proses pembuatan ISFMP melalui mekanisme konsultasi dengan pemangku kepentingan. Informasi lebih lanjut mengenai ISFMP dapat dilihat di sini.

 

Fire Management

Areal konsesi PT. SHJ I keseluruhan berada pada zona kering (tidak ada Gambut). Potensi bahaya kebakaran hutan di areal kerja tergolong cukup besar. Hal ini disebabkan oleh faktor iklim, kondisi lahan, dan faktor sosial. Dari faktor iklim dan kondisi lahan, walaupun secara makro areal kerja beriklim sangat basah, namun secara mikro (harian) memungkinkan kondisi kering yang beturut-turut selama beberapa hari. Hal ini cukup untuk membuat serasah bagian atas menjadi kering dan mudah terbakar.

 

Dari segi sosial, masyarakat yang sebagian di antaranya masih menerapkan sistem pembakaran untuk membuka lahan pada musim kemarau juga membawa potensi kebakaran. Potensi ini menjadi lebih besar lagi karena terdapat bagian areal hutan tanaman yang berbatasan langsung dengan lahan masyarakat. Oleh sebab itu, PT. SHJ I melakukan pendekatan-pendekatan secara sosial maupun secara teknis di lapangan.

 

SHJ I memiliki Komitmen yang sangat serius terkait Kebakaran Hutan dan lahan, baik itu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan konsesi atau pun diluar kawasan konsesi yang diimplementasikan dalam sebuah Kebijakan Pencegahan KARHUTLA sebagai berikut:

  1. Mematuhi semua peraturan perundangan yang terkait  pencegahan kebakaran lahan dan hutan.
  2. Konsisten terhadap pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) dalam semua tahapan kegiatan pembangunan hutan tanaman.
  3. Melakukan perlindungan areal konsesi perusahaan dari bahaya kebakaran untuk memastikan   keberlanjutan usaha dalam jangka panjang dan kelestarian sumber daya alam.
  1. Secara terus menerus meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan peralatan untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan dan hutan. Secara aktif melibatkan semua karyawan, mitra kerja serta masyarakat di sekitar konsesi perusahaan untuk terus menerus melakukan pencegahan kebakaran lahan dan hutan.

Selain dari komitmen, untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan disekitar wilayah konsesinya, ASIA PULP & PAPER (APP) dan Sinarmas Forestry merancang sebuah sistem terintegrasi yang disebut dengan Integreted Fire Management (IFM). Terdapat 4 pilar utama dalam IFM ini, yaitu:

1. Pencegahan

  1. Program DMPA :
    Landasan utamanya adalah dengan memanfaatkan bidang agroforestri, masyarakat diarahkan dan dibina untuk berdaya dan sejahtera secara sosial-ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya (alam dan manusia) yang sesuai dengan potensi dan karakteristik lokal.
  2. Tata Kelola Air :
    Untuk mengurangi resiko kebakaran dilahan gambut APP dan SMF Group bekerjasama dalam memperbaiki tata kelola lahan gambut dengan cara menaikkan ketinggian air dikanal perimeter konsesi.
  3. Insentif untuk Masyarakat Peduli Api (MPA) :
    Mengikut sertakan masyarakat sekitar konsesi HTI untuk melakukan patroli pencegahan kebakaran, selain sejumlah uang, masyarakat juga diberikan insentif berupa peralatan dan pelatihan dalam pemadaman kebakaran.

2. Persiapan

  1. Incident Command System (ICS) :
    Merupakan perangkat/sistem yang mengatur garis komando, perencanaan, operasi, logistik, dan administrasi dalam sebuah situasi darurat.
  2. Situation Room Center (SRC) :
    Ruang kontrol yang melakukan deteksi dini kebakaran secara real time 24 jam non-stop diwilayah konsesi SMF Group melalui pengolahan data dari citra satelit yang diverifikasi oleh petugas lapangan.
  3. Pemetaan Jalur Patroli :
    Intensitas patroli disesuaikan dengan informasi tentang potensi kebakaran dari situation room dan panduan FDRS dari gabungan data cuaca, angin, dan kelembaban udara.
  4. Kesiagaan RPK :
    Personel RPK yang telah tersertifikasi Manggala Agni senantiasa bersiaga di pos pantau, tim RPK juga dilengkapi dengan mobil patroli, mobil pemadam kebakaran, dan pompa air.

3. Deteksi Dini

  1. Deteksi Wilayah Kebakaran :
    Deteksi dilakukan oleh tiap distrik diwilayah konsesi berdasarkan informasi yang didistribusikan oleh Situation Room. Hal ini untuk memastikan apakah hotspot tersebut adalah titi apai atau bukan, maka petugas mengecek langsung kelapangan.
  2. Citra Thermal :
    Alat ini digunakan untuk mendeteksi titik titik api dilahan gambut. Bekerja dengan menangkap perbedaan suhu ekstrim dipermukan tanah. Begitu panas terdeteksi, maka sistem akan mengirimkan data real yang kemudian disatukan dalam petak konsesi sehingga lokasi titik apai akan langsung terlihat disistem.
  3. Pemantauan dari Ketinggian :
    Dilakukan melalui Menara Api yang tersebar di 80 titik dengan ketinggian kurang lebih 30 meter.

4. Respon Cepat

  1. Komando dan Kontrol :
    Manajemen terpadu dalam menghadapi situasi darurat, dari mulai pihak Situation Room, Logistik peralatan, petugas RPK dilapangan, semua bergerak mengikuti garis komando yang telah ditetapkan.
  2. Regu Pemadam Kebakaran (RPK) :
    Tim RPK secara intensif akan melakukan upaya pemadaman secara bergantian tanpa mengenal libur. Jika lokasi sulit dijangkau melalui jalan darat, akan dikirimkan tim pemadam kebakaran menggunakan helikopter.
  3. Helikopter Water-boombing :
    Untuk menjangkau wilayah yang lebih sulit secara geografis, disediakan helikopter biasa dan helikopter besar jenis Super Puma untuk melakukan Water-boombing diareal kebakaran.